Bertualang adalah aktivitas khas anak muda. Perjalanan penuh tantangan menghadirkan cerita yang di kemudian hari menumbuhkan kebijaksanaan. Petualangan itulah yang menginspirasi munculnya produk bernama Sage.

Sage adalah produk denim yang hadir sejak  2012 di Jakarta oleh duo Hamzah Dwi Putra dan Varian Erwangsa. Bermula pada puncak booming denim mentah (raw denim) asal Jepang di kalangan anak muda Ibu Kota dan kota-kota besar Indonesia antara 2007 hingga 2009, tumbuh keinginan dalam diri Hamzah untuk membuat produk denim sendiri. Ia mengajak sahabat baiknya sejak bangku SMP, Varian Erwangsa yang ternyata memiliki hobi yang sama. Nama yang dipilih untuk brand denim sendiri tersebut adalah Sage.

Sage bisa diartikan sebagai “manusia bijaksana”. Hal itu terinspirasi kegemaran masa muda Hamzah dan Varian yaitu bertualang, jalan-jalan, hingga mendaki gunung. Menurut Hamzah, dengan bertualang, manusia akan mengalami perjalanan yang penuh cerita dan tantangan, termasuk di antaranya tantangan melawan ego diri sendiri.

Varian mengungkapkan, Sage bukan sekadar denim atau produk fashion. Produk-produk denim yang dihasilkan Sage adalah wujud dari cerita, pengalaman atau nilai-nilai yang mereka peroleh saat bertualang. Tengok saja misalnya sketsa jahitan pada bagian kantong belakang (arcuate) yang berbentuk gunung yang merepresentasikan makna produk denim tersebut. Ciri khas lain adalah bahan denim yang digunakan. Mengutamakan ketangguhan pada sisi durabilitas, denim tersebut haruslah tahan banting.

Produksi bahan sendiri

Tahun 2019 menandai salah satu langkah besar bagi Hamzah dan Varian. Mereka bekerja sama dengan salah satu pabrik tekstil dalam negeri untuk secara khusus memproduksi bahan selvedge denim sendiri dengan standar yang menjadi acuan Sage. Hal ini adalah bagian dari proses panjang Sage untuk dapat memproduksi bahan denim dengan karakter personal dan kualitas durabilitas yang diinginkan. Selain itu, ada keinginan untuk memberdayakan produksi tekstil dalam negeri.

Meski demikian, Varian mengakui, untuk sejumlah material utama masih menggunakan bahan impor dari Jepang. Misalnya benang dengan kualitas dan ketelitian proses ring-spun yang diinginkan. Pasalnya, dengan memproduksi bahan mentah di dalam negeri akan memudahkan Sage menjaga kualitas produksi, meningkatkan kuantitas produksi, serta bereksplorasi dan memperluas pasar. Dua produk yaitu Sage River dan Sage Sierra, dengan berat 18 ons, sudah menggunakan produksi dalam negeri. Kedua produk tersebut dirilis bertepatan dengan ulang tahun ketujuh Sage.

FOTO-FOTO: IKLAN KOMPAS/E SIAGIAN.

Sage juga membuka pintu untuk brand-brand denim lain, baik lokal maupun mancanegara, untuk berkolaborasi menghadapi persaingan pasar denim lokal yang lebih spesifik. Kolaborasi dengan mitra yang memiliki passion yang sama diyakini akan memberikan proses dan hasil yang lebih dinamis dan kaya. Sage akan berkontribusi pada ajang Wall of Fades pada 13–15 Desember 2019 mendatang di Jakarta. [EGG]