Bicara tentang film tak sebatas sebagai tontonan dan hiburan. Perhatian yang sama besar juga sepatutnya diberikan untuk ruang produksi, diskusi, literasi, pengarsipan, dan perawatan. Berikut ini adalah 7 tempat pengarsipan film di Jakarta yang wajib dikunjungi pencinta film.
I still enjoy watching films more than making them. – Michael Winterbottom
1. Arsip Nasional Republik Indonesia
Istilah “arsip” tak melulu merujuk pada tumpukan berkas kertas. Bentuknya bisa beragam. Salah satunya dalam bentuk film. Indonesia sendiri sejatinya punya banyak arsip film dan didokumentasikan dengan baik oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
ANRI sendiri memiliki arsip film sekitar 59.000-an yang berasal dari institusi pemerintah. Arsip tersebut ditata dan dipelihara sesuai dengan standar pengarsipan film. Layaknya buku, dokumentasi arsip film juga memiliki indeks agar bisa dicari saat dibutuhkan.
Agar mudah diakses masyarakat umum, arsip melewati proses digitalisasi menjadi format VCD atau DVD. Apabila ingin menduplikasikan film untuk kepentingan penelitian, pengunjung akan dikenakan biaya hak cipta.
Bagi para pencinta film, ANRI bisa menjadi rujukan untuk mencari inspirasi atau literasi soal film Indonesia.
2. Goethe-Institut Jakarta
Perpustakaan Goethe-Institut Jakarta tidak hanya menyajikan beragam acara seminar dan workshop, tetapi juga menyediakan buku dan film dalam bahasa Jerman dan terjemahan. Menariknya, publik dapat mengaksesnya di tempat tanpa dipungut biaya.
Peminjaman hanya berlaku untuk anggota yang telah terdaftar. Goethe-Institut Jakarta sebenarnya juga menyimpan arsip sekitar 200 film. Goethe-Institut Jakarta juga sering mengadakan berbagai acara terkait pemutaran film internasional.
Menariknya, meskipun lebih banyak memiliki film Jerman, pusat kebudayaan asing ini tetap memberikan ruang pemutaran bagi karya para filmmaker Indonesia. Tak jarang, karya-karya sineas muda Indonesia diputar dalam sebuah acara khusus sebagai apresiasi.
3. Kineforum
Film-film zaman dulu, walaupun sudah lawas, tetapi punya penggemarnya sendiri. Tak hanya orangtua, anak muda pecinta film pun terkadang menyukai film lama tersebut. Bahkan, bisa dikatakan film itu sudah dibuat sebelum mereka lahir.
Lalu, bagaimana caranya menonton film-film lawas? Kineforum memberi ruang bagi publik untuk menikmati film-film “jadul”, termasuk yang masih hitam-putih.
Para pencinta film sering banget datang dan menikmati film-film tersebut. Tak jarang, para pencinta film itu akhirnya bisa berkolaborasi melahirkan acara lainnya yang terkait dengan film.
Namun, Anda memang harus rajin memantau laman kineforum.org dan akun-akun media sosial milik Kineforum untuk melihat informasi program pemutaran. Berbeda dengan bioskop komersial, penonton tidak boleh membawa makanan dan minuman saat berada di dalam ruang pemutaran.
4. Perpustakaan Nasional RI
Koleksi arsip perpustakaan nasional RI memang mengagumkan. Tidak hanya buku, ternyata perpusnas juga menyimpan kekayaan intelektual Indonesia yang berbentuk film.
Koleksi yang dimiliki Perpustakaan Nasional RI mencapai sekitar 3 juta data. Jenisnya beragam, termasuk data mengenai film dalam format teks, CD/DVD, dan mikrofilm.
Apabila ingin mengaksesnya, Anda sebaiknya mendaftar sebagai anggota lebih dulu. Jangan khawatir, pendaftaran dapat dilakukan secara daring dan gratis.
Namun, yang perlu diperhatikan, tiap jenis koleksi terdapat di lantai penyimpanan yang berbeda. Jangan ragu bertanya kepada petugas.
5. Pusat Informasi Kompas
Sebagai salah satu media massa nasional terbesar, Kompas memiliki koleksi arsip yang bisa dikatakan cukup lengkap. Pengunjung yang tertarik mencari referensi terkait film bisa berkunjung ke sini. Sayangnya, di sini tidak ada arsip penyimpanan untuk film itu sendiri.
Sekitar 80.000 koleksi bertemakan keindonesiaan tersimpan di Pusat Informasi Kompas (PIK), termasuk ratusan buku terkait film. Mulai dari katalog film, biografi, sejarah film, hingga buku kajian media lainnya. Karya-karya literasi yang ditulis Misbach Yusa Biran pun dapat diakses.
Selain itu, PIK melayani kebutuhan informasi bagi pengunjung yang ingin membaca artikel-artikel terkait film di koran edisi lawas. Kelengkapan koleksi ini membuat banyak mahasiswa dan sekolah berkunjung ke sini.
6. Sinematek Indonesia
Sinematek Indonesia (SI) merupakan lembaga nonprofit yang resmi berdiri pada 1975. Menjadi lembaga arsip film pertama di Asia Tenggara, SI menyimpan koleksi film Indonesia kategori film cerita dan noncerita. Tersimpan sekitar 800 judul film dalam format negatif seluloid 35 milimeter dan 1.500-an judul film dalam format positif seluloid 35 milimeter.
Mahasiswa, komunitas, atau peneliti tetap bisa mengakses koleksi film asalkan untuk kepentingan nonkomersial. Ruang penyimpanan dan perawatan film berada di lantai bawah tanah (basement).
Apabila ingin mengakses literasi mengenai film, Anda dapat mengunjungi perpustakaan yang berada di lantai 5. Terdapat kumpulan skenario yang berasal dari tahun 1920-an. Sayangnya, tak banyak buku terbitan baru yang bisa ditemui.
Nah, para pencinta film juga wajib berkunjung ke sini. Siapa tahu bisa mendapatkan inspirasi untuk bisa membuat film sendiri.